Mantan Kepala BP Tanjungpinang Divonis 5 Tahun 6 Bulan Penjara

Mantan Kepala BP Tanjungpinang Divonis 5 Tahun 6 Bulan Penjara

6 Mei 2024
Terdakwa Den Yelta menggunakan rompi orange/iNews.id

Terdakwa Den Yelta menggunakan rompi orange/iNews.id

RIAU1.COM - Vonis 5 tahun dan 6 bulan penjara, denda Rp 200 juta subsider 4 bulan penjara dijatuhkan pada mantan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Bintan Wilayah Tanjungpinang, Den Yelta. 

Terdakwa Den Yelta terbukti bersalah karena terlibat korupsi pengaturan barang kena cukai rokok dalam pengelolaan kawasan perdagangan bebas Tanjungpinang tahun 2016 hingga 2019.

Ketua Hakim Ricky Ferdinan yang dimuat Batampos menyatakan perbuatan terdakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Menghukum terdakwa dengan pidanan 5 tahun dan 6 penjara, denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan,” kata Hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Jumat (2/5) lalu.

Selain hukum penjara, Hakim juga menghukum terdakwa membayar Uang Pengganti (UP) atas kerugian negara sebesar Rp2,7 miliar.

“Jika tidak diganti dalam waktu yang telah ditentukan, diganti dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan,” ujar Hakim.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut terdakwa 8 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa juga menuntut terdakwa membayar UP kerugian negara sebesar Rp3,3 miliar ditambah 50 ribu dolar Singapura subsider 2 tahun penjara.

Dalam kasus ini, terdakwa sebagai Kepala, tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok. Sehingga hasil perhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, adanya jatah titipan kuota rokok disertai penetapan kuota rokok untuk beberapa perusahaan pabrik rokok lebih dari satu kali dalam satu tahun anggaran.

Kebijakan ini telah menguntungkan berbagai perusahaan pabrik dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok.

Untuk pemenuhan kuota rokok di wilayah Tanjungpinang, terdakwa sama sekali tidak melakukan perhitungan dan penentuan kuota rokok sebagaimana pertimbangan jumlah kebutuhan secara wajar.

Namun secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi diantaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang.*