Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Dumai, Halim saat presentasi di Pemkab Rohil
RIAU1.COM - Penyaluran Dana Desa di Kabupaten Rokan Hilir tercatat paling rendah di Provinsi Riau, setelah sebanyak 17 desa belum menerima pencairan Tahap II earmark hingga pertengahan Oktober 2025.
Kondisi ini terjadi karena keterlambatan pemenuhan dokumen persyaratan oleh pemerintah desa dan perangkat daerah, sehingga proses verifikasi di tingkat kementerian ikut tertunda dan berdampak pada terhambatnya realisasi APBD serta pelaksanaan program pembangunan di wilayah tersebut.
"Sebanyak 17 desa belum menyalurkan Tahap II earmark meskipun pengajuan sudah dibuka sejak April. Keterlambatan dokumen menjadi salah satu faktor utama. Penyaluran DAK Non Fisik juga mengalami hambatan," kata Halim, Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Dumai, saat memberikan presentasi dihadapan Wakil Bupati Rokan Hilir, Jhony Charles dalam acara Sharing Session/Monitoring dan Evaluasi Penyaluran Dana TKD Dilingkungan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir tahun 2025.
Halim juga mengungkapkan, Rokan Hilir mencatat perlambatan ekonomi pada triwulan II dengan pertumbuhan 4,23 persen year-on-year dan berada di posisi kesembilan di Provinsi Riau.
Perlambatan tersebut berkaitan dengan lambatnya realisasi APBD. Hingga 15 Oktober 2025, serapan anggaran baru 46,06 persen dan menjadi yang terendah di Riau. Realisasi triwulan I tercatat 16,29 persen, naik menjadi 42,95 persen pada triwulan II, kemudian 63,96 persen pada triwulan III, dan 75,09 persen pada Oktober.
Salah satu penyebab utamanya adalah terlambatnya penyaluran TKD akibat lambatnya pemenuhan syarat salur oleh perangkat daerah ke DJPb dan KPPN Dumai.
Penyaluran DBH Pajak, termasuk DBH PBB yang nilainya terbesar, tercatat paling lambat cair pada Februari dan Agustus.
"Proses rekonsiliasi pajak pusat juga ikut terlambat. Rekonsiliasi periode I seharusnya selesai 31 Januari namun baru dilakukan 14 Maret, sedangkan periode II yang mestinya rampung 31 Juli baru terlaksana 1 Oktober. Pemerintah pusat menyampaikan masih tersedia peluang dukungan pendanaan bagi daerah melalui sinkronisasi program, pembiayaan kreatif PT SMI, dan insentif penanganan stunting," kata Halim.
Namun sebaliknya, Rokan Hilir mencatat pertumbuhan ekonomi triwulan III sebesar 4,26 persen dan menjadi salah satu yang tinggi di Riau. Namun capaian ini tidak diikuti percepatan serapan APBD. Hingga 15 Oktober 2025, realisasi belanja baru 47,28 persen dan berada di posisi terbawah dari 16 pemerintah daerah.
Persentase tersebut juga jauh di bawah rata-rata provinsi yang mencapai 52,98 persen. Rendahnya serapan terutama akibat penyaluran TKD yang terlambat karena syarat salur belum dipenuhi tepat waktu sehingga penyerapan anggaran menumpuk di akhir tahun dan berpotensi menghambat pelaksanaan proyek fisik. Kemudian kata Halim, Tunjangan Khusus Guru ASN Daerah tertunda enam bulan pada tahap I, tiga bulan pada tahap II, dua bulan pada tahap III, dan belum tersalurkan pada tahap IV.
BOP PAUD tahap II terlambat empat bulan, BOP Kesetaraan terlambat dua hingga tiga bulan, BOS tertunda satu hingga tiga bulan, dan BOKB terlambat tiga hingga empat bulan. Di tengah serapan APBD yang lambat, aktivitas pembiayaan KUR dan UMI justru tinggi.
Tahun 2024 penyaluran KUR dan UMI mencapai Rp1,20 triliun kepada 21.706 debitur, sedangkan sepanjang 2025 hingga 31 Oktober tercatat Rp1,046 triliun kepada 18.421 debitur. Perputaran dana tersebut menjadi penopang ekonomi lokal dan tidak membebani APBD. Dikatakan Halim, Pemerintah pusat memberi perhatian khusus terhadap rendahnya realisasi belanja daerah.
Mendagri Tito Karnavian meminta dana daerah tidak mengendap di bank dan segera dibelanjakan. Presiden disebut akan memantau langsung penyerapan anggaran. DAU Bidang Kesehatan dan DAU Kelurahan juga tercatat terlambat empat hingga lima bulan, sementara tahap III Bidang Kesehatan belum tersalurkan. Keterlambatan serupa terjadi pada BOK dan BOK POM.
Penyaluran DBH Pajak, termasuk DBH PBB dan DBH PPh 21, juga mengalami keterlambatan dua bulan pada beberapa tahap, dan selisih akhir tahun di beberapa tahap belum tersalurkan.
"Penyaluran KUR di Rokan Hilir per 31 Oktober 2025 telah menembus Rp1 triliun kepada 11.501 debitur. Total perputaran dana melalui KUR dan UMI melampaui Rp1 triliun. Pemerintah daerah diminta memperluas akses masyarakat terhadap program pembiayaan tersebut," terangnya.
Dia menyebutkan, Data progres penyaluran TKD menunjukkan Rokan Hilir berada di bawah rata-rata provinsi pada seluruh triwulan. Pada triwulan I, realisasi baru 17,07 persen dibanding rata-rata Riau 21,46 persen. Pada triwulan II, realisasi 45 persen dibanding rata-rata 48,40 persen. Pada triwulan III, realisasi 65,74 persen dibanding rata-rata 71,97 persen.
"Pemerintah pusat menilai pola penumpukan realisasi di akhir tahun dapat menyebabkan pengerjaan proyek terburu-buru dan sulitnya memperoleh material dan tenaga kerja. Sedangkan UMI," kata Halim, menunjukkan tren stabil.
Tahun 2024 penyaluran mencapai Rp42,6 miliar kepada 6.886 debitur, dan pada 2025 mencapai Rp45,58 miliar kepada 6.920 debitur. PNM menjadi lembaga dengan penyaluran terbesar.
Keterlambatan juga terjadi pada DAU Kelurahan, Dana Ketahanan Pangan, serta Tamsil ASN Daerah yang baru terealisasi 38,59 persen dari pagu Rp2,76 miliar per 21 November. Penyaluran DAU Bidang Kesehatan dan Pendidikan umumnya telah mencapai 75 persen.
"Untuk DAK Fisik, batas waktu pemenuhan dokumen tahap II ditetapkan 21 November dan tahap III pada 22 Desember. Keterlambatan pemenuhan dokumen menjadi penyebab utama terhambatnya penyaluran. Rokan Hilir juga mencatat pertumbuhan ekonomi 6,75 persen, tertinggi di Riau, namun realisasi APBD tetap tertinggal dan penyaluran Dana Desa masih rendah," tutupnya.*